Pilot terbaik semasa Perang Dunia I
Manfred Freiherr von Richthofen (Der Rote Baron/The Red Baron)
Lambang
keluarga Richthofen yang merupakan keluarga bangsawan terpandang
Jerman selama berabad-abad. Moto keluarga ini sendiri (yang dikarang
oleh duta besar Jerman Emil Freiherr von Richthofen) berbunyi:
Reicht auch der Stammbaum nicht ins graue Altertum,Ist's dennoch ein gar altes, wackeres Geschlecht;Christallhell, ungetrilbt blieb seines Namens Ruhm,Hoch hielt es stets die Wahrheit, Ehre und das Recht.Treu seiner Viiter Brauch, fromm, tapfer, brav und schlicht,Hat Gottes gniid'ge Huld vor Schaden es bewahrt.O wank auch filrder nicht vom Pfad der Christenpflicht,Filhr deinen Namen stolz nach echter Ritterart!Es blilhe miichtig dies Geschlecht, der Ehre Bild,Nie fall' ein Schatten auf sein Wappenschild!Untuk artinya silakan cari di primbon-primbon terdekat...

Tiga
ekor eh orang anak perwira karir Angkatan Darat Prusia Albrecht
Philipp Karl Julius von Richthofen (1859-1920) yang sama-sama mengikuti
jejak ayahnya di kemiliteran, dari kiri ke kanan: Karl Bolko (lahir
16 April 1903), Manfred Albrecht (2 Mei 1892), dan Lothar Siegfried
(27 September 1894). Dua putra tertua plus seorang putri, Elisabeth
Therese Luise Marie (panggilan lise), lahir di Breslau,
Niederschlesien, sementara Karl Bolko lahir di Schweidnitz. Foto ini
sendiri diambil pada tahun 1907 di tempat terakhir saat Manfred sedang
cuti liburan dari Institut Kadet di Wahlstatt (sekarang menjadi
Legnicke Pole yang menjadi bagian dari negara Polandia)
Manfred
von Richthofen sebagai Fähnrich (calon perwira) di Ulanen-Regiment
Nr.1 tahun 1912. Pada saat Perang Dunia I pecah Manfred sudah
berpangkat Leutnant kavaleri yang ditempatkan di perbatasan
Jerman-Polandia (yang saat itu dikuasai Rusia). Jiwa mudanya
memberontak menerima kenyataan bahwa tempat tugasnya tidak dipenuhi
oleh pertempuran seperti di front lain dan dia begitu gembira ketika
menerima kabar bahwa resimennya dipindahkan ke Front Barat yang
berdarah-darah! Cubluknya, disini sang Baron malah diserahi tugas
menjadi perwira yang mengatur keluar-masuk makanan serta perlengkapan
perang dan bukannya bertempur! Marah, dia tulis surat ke pimpinannya:
"Yang Mulia, saya tidak pergi berperang hanya untuk mengumpulkan telur
dan keju tapi untuk tujuan lainnya". Pada awalnya atasannya merasa
tersinggung atas suratnya yang terang-terangan tersebut, tapi kemudian
mereka mengalah dan dia dipindahkan ke Fliegertruppe (Pasukan Udara)
bulan Mei 1915
Manfred
von Richthofen (kanan) dengan komandannya di Kasta 8, Hauptmann
Victor Carganico yang merupakan seorang penerbang militer dari sejak
sebelum perang dan juga veteran BAO (Brieftauben-Abteilung Ostend)
yang merupakan grup penyerang udara mobil saat itu. Terlihat mood
Richthofen tidak terlalu baik, kemungkinan karena beberapa hari
sebelumnya, 16 April 1916, dia mengklaim kemenangan udara atas sebuah
pesawat Nieuport Prancis tapi kemudian malah diberikan pada pilot
lain! Carganico sendiri kemudian meneruskan karir di Luftwaffe dalam
Perang Dunia II sebagai Generalmajor. Hebatnya, anaknya Horst
Carganico menjadi pilot jagoan pula dengan mengemas 60
fliegerabschüsse (kemenangan udara)
Manfred
von Richthofen saat bertugas di Kampfgeschwader 2 (KG 2) bulan Juni
1916. Ekspresinya tampak cemas dan wajar saja dia begitu: di bulan itu
beberapa top leader Luftstreitkräfte (Unit Udara AD Kekaisaran Jerman)
kehilangan nyawanya dalam pertempuran. Tanggal 18 Juni Max Immelmann
(jagoan udara Jerman pertama) tewas setelah pesawatnya mencium daratan
dengan sebab tidak diketahui; Keesokan harinya Hauptmann Ernst
Freiherr von Gersdorff (komandan wing yang sangat berbakat) terbunuh
ketika pesawat Fokker-nya diberondong tembakan pesawat-pesawat
Prancis; dua hari kemudian, Oberleutnant Hans Bailer (komandan unit
udara dimana saudara Manfred, Lothar, ditempatkan) tewas pula oleh
pesawat Prancis yang lain
KG
2 menerima kunjungan Prinz Leopold von Bayern (A) yang merupakan
panglima 9.Armee dimana KG 2 ditempatkan, periode 15-23 Juli 1916.
Leutnant Manfred von Richthofen (B) dan Leutnant Alfred Gerstenberg
tampak sedang bercakap-cakap dengan sang Pangeran sementara di
belakangnya berderet pesawat Albatros C.III. Prinz Leopold tampak sangat
tertarik dengan dunia penerbangan dan berkali-kali minta diterbangkan
ke front depan, tapi karena hujan yang datang terus-menerus di periode
itu sehingga permintaannya hanya bisa terlaksana dua kali saja!
Manfred
von Richthofen bersama rekan-rekannya dari KG 2 saat masa tugas
mereka di Rusia awal tahun 1917. Dari kiri ke kanan: Tidak diketahui,
Hauptmann Victor Carganico, Manfred, dan Leutnant Alfred Gerstenberg.
Selama bertempur di Rusia, Manfred lebih memilih untuk tinggal di
tenda daripada di kabin kereta api yang disediakan karena panas
menyengat cuacanya membuat dia tidak tahan! Ikut menemaninya sesama
pilot Alfred Gerstenberg dan Franz Christian von Scheele
Manfred
von Richthofen bersantai di lapangan udara Lagnicourt (Prancis) dengan
memakai sweater dan celana berkuda di depan sebuah mesin ‘tunggangan’
baru, Albatros D.II, dan rekan-rekannya sesama pilot Jagdstaffel 2,
dari kiri ke kanan: Oberleutnant Stephan Kirmaier, Leutnant Hans
Imelmann, Manfred, dan Leutnant Hans Wortmann. Prestasinya di KG 2
membuatnya dilirik oleh Oberleutnant Oswald Boelcke, pilot paling
mentereng saat itu, untuk bergabung dengannya dalam sebuah unit udara
baru yang murni berisi pilot-pilot pemburu, Jagdstaffel 2 (Jasta 2)
Foto
ini memperlihatkan dua orang awak darat Jerman sedang meneliti
sisa-sisa pesawat dari korban keempat Leutnant Manfred von Richthofen,
sebuah ‘Rumpfdoppeidecker’ (sayap ganda) Inggris berkursi tunggal dengan
nomor seri B.E.12 6618 yang dipiloti oleh 2nd Lieutenant William C.
Fenwick. Pesawat ini ditembak jatuh oleh Manfred tanggal 7 Oktober 1916
jam 09.10 pagi. Sang pilot malang tewas dalam peristiwa tersebut, dan
sampai saat ini tak diketahui kuburannya dimana...

Pada
hari Sabtu tanggal 28 Oktober 1916 atasan, mentor sekaligus idola
Manfred von Richthofen, Hauptmann Oswald Boelcke, menemui ajal setelah
pesawatnya secara tidak sengaja bertabrakan dengan sesama pilot Jerman,
Leutnant Erwin Böhme. Sebuah sayap kemudian terlepas sehingga Boelcke
dan pesawatnya menghunjam bumi. Jerman telah kehilangan pilot
terbesarnya, dan pemakaman sang pahlawan di Cambrai diadakan secara
besar-besaran dengan Leutnant Manfred von Richthofen (tanda panah)
mendapat kehormatan sebagai pembawa Ordenskissen (bantal medali) yang
berisi dekorasi militer yang diperoleh oleh mendiang semasa hidup. Tepat
80 minggu dan satu hari kemudian, Manfred akan menyusul idolanya
dijemput oleh maut...
“Hanya”
14 medali yang diraih oleh Boelcke, dibandingkan dengan 24 yang
nantinya diraih Richthofen. Ke-14 medali tersebut (yang semuanya
terpasang di Ordenskissen) adalah sbb: Pour le Mérite nongkrong paling
atas. Di baris pertama dari kiri: Army Pilot's Badge; Iron Cross 2nd
Class; Kingdom of Prussia's Knight's Cross of the Royal Order of the
House of Hohenzollern with Swords; Prussia's Life-Saving Medal; Duchy of
Anhalt's House Order of Albert the Bear Knight's Crosses 1st and 2nd
Class with Swords; Duchy of Anhalt's Friedrich Cross; Kingdom of
Bavaria's Merit Order 4th Class with Swords; Ottoman Empire's Pilot's
Badge. Baris kedua dari kiri: Kingdom of Bulgaria's Bravery Order 2nd
Degree; Kingdom of Württemberg's Knight's Cross of the Military Merit
Order; Iron Cross 1st Class; dan Ottoman Empire's Imtiaz Medal in Silver
Setelah
Oswald Boelcke gugur, komando Jasta 2 diberikan kepada Oberleutnant
Stephan Kirmaier. Tak lama dia pun kemudian menyusul terbunuh dalam
pertempuran udara melawan pesawat-pesawat No.24 Squadron, RFC, tanggal
22 November 1916. Keesokan harinya Manfred von Richthofen membalas
dengan menewaskan komandan No.24 Squadron, Major Lanoe G. Hawker (pilot
pemburu Inggris pertama yang dianugerahi Victoria Cross!), dalam
dogfight sengit yang berlangsung lama. Manfred lalu diangkat sebagai
komandan de facto Jasta 2 (lalu Jasta 11) sekaligus dianugerahi medali
keberanian paling bergengsi Kekaisaran Jerman, Pour le Mérite, yang
tampak jelas dalam gambar kartupos Willi Sanke #503 hasil karya
fotografer Johann von Dühren (1867-1931) yang beredar luas zaman itu.
Rittmeister sendiri merupakan pangkat perwira Kavaleri yang merupakan
unit lama Manfred sebelum menjadi pilot
Kalau
yang ini kartupos Sanke juga dengan nomor 533 yang keluar media
1917/1918. Seperti terlihat di bagian kiri bawah, sebagai fotografernya
adalah Nicola Perscheid
(1864-1930) yang terkenal lewat foto-foto artistiknya serta merupakan
pengembang apa yang dinamakan sebagai "Lensa Perscheid", lensa berfokus
lembut untuk potret fotografi format besar





















































Foto
udara wilayah Marck yang memperlihatkan Château milik Baron Jean de
Béthune (A) di ujung Kasteeldreef (jalan kecil kastil) dengan halaman
rumput luasnya yang telah menjadi ‘rumah’ bagi setengah anggota
Jagdgeschwader 1. Wilayah datar luas antara Kasteeldreef dan
Bissegemstraat (jalan ke Bissegem) menjadi lapangan udara Jasta 11 (B)
dan kamar pesuruh (C) yang bertempat di sebuah rumah tinggal di pinggir
jalan menuju Courtrai, Kortrijkstraat No.74, yang bisa ditempuh dengan
berjalan kaki dari Château. Lapangan udara Jasta 4 terletak di
baratlaut Château (D) dan Jasta 6 beroperasi di seberang sungai Lys
(E). Pada awalnya Jasta 10 bermarkas di lapangan udara Heule, di utara
Jasta 4, tapi kemudian dia ikut boyongan ke Marcke demi lebih dekat
dengan staffel-staffel anggota Jagdgeschwader 1 lainnya
Selama
operasi ekstensif JG 1 tanggal 6 Juli 1917, Manfred von Richthofen
menerbangkan pesawat Albatros D.V 4693/17 yang hanya bagian ekor,
penutup roda dan hidungnya saja yang dicat merah. Pesawat tersebut
terlihat di atas tak lama setelah mendarat darurat dalam sebuah
peristiwa yang hampir merenggut nyawa sang legenda. Di hari itu, Manfred
ber-dogfight dengan pesawat dua kursi F.E.2d. Dia tenang saja ketika
gunner di kursi belakang menembakinya dalam jarak 300 meter karena dia
tahu sangat kecil kemungkinannya tembakan yang dilepaskan dalam jarak
seperti itu dapat mengenai dirinya, tapi ternyata dia salah!
Salah
satu peluru menyambar kepalanya sampai melubangi penutup kepala
pilotnya (seperti terlihat di atas). Manfred von Richthofen sempat
mengalami kebutaan sementara sebelum dia mampu melihat kembali. Dua
orang anakbuahnya, yang melihat komandan mereka terkena masalah, segera
mengawalnya pulang demi menghindari kemungkinan mendapat penyerangan
oleh musuh. Akhirnya Manfred mendarat dengan selamat di lapangan udara
Wervicq, Belgia, dan dia langsung dibawa ke rumah sakit St. Nicholas di
Courtrai. Pada awalnya, para sejarawan menduga bahwa Manfred menjadi
korban dari lawannya, gunner/observer Second Lieutenant Albert E.
Woodbridge dari No.20 Squadron. Penelitian dari catatan medis kemudian
menyimpulkan bahwa luka yang terdapat sedikit di atas telinga kirinya
berasal dari belakang, dan itu berarti merupakan hasil dari tembakan
tidak sengaja temannya sendiri!
Rittmeister
Manfred von Richthofen dengan perban di kepalanya saat menjadi pasien
rumah sakit. Dokter yang mengobatinya adalah Obergeneralarzt (Mayor
Jenderal di Korps Medis) Prof.Dr. Kraske dan perawat yang merawatnya
adalah Käte Otersdorf. Luka di kepalanya mempunyai panjang 10cm dan bisa
dijahit kembali, hanya saja dari sejak itu ada sedikit bagian kecil di
rambutnya dimana secuil tengkorak kepalanya mencuat tanpa tertutup
kulit! Untuk sementara komandan Geschwader diserahkan kepada
Oberleutnant Kurt-Bertram von Döring. Berita tentang terluka parahnya
Manfred ini dirahasiakan begitu rupa sehingga pihak Sekutu dan, bahkan,
rakyat Jerman pun tidak mengetahuinya!
Lima
hari setelah peristiwa yang menimpa Manfred von Richthofen, tanggal 11
Juli 1917 dia ‘ditemani’ oleh Leutnant Kurt Wolff, komandan
Jagdstaffel 11 (baris depan di tengah dengan tangan kiri diperban) yang
juga sama-sama terluka dalam dogfight. Foto ini memperlihatkan saat
dua orang penerbang yang terluka ini mengunjungi unitnya di Château de
Béthune. Baris atas dari kiri ke kanan: Leutnant Eberhard Mohnike;
Oberleutnant Wilhelm Reinhard; Perawat Käte Weinstroth; Manfred von
Richthofen; Major Albrecht von Richthofen (ayah tercinta); dan
Oberleutnant Kurt Scheffer. Baris tengah: Leutnant Franz Müller;
Oberleutnant Karl-Heinrich Bodenschatz; Leutnant Hans Joachim Wolff;
dan Leutnant der Reserve Alfred Niederhoff. Baris depan: Leutnant der
Reserve Konstantin Krefft; Leutnant der Reserve Otto Brauneck; Leutnant
der Reserve Wilhelm Bockelmann; Kurt Wolff; Profesor Arnold Busch
(seniman yang ikut berkunjung); Leutnant der Reserve Karl Meyer; dan
Leutnant Carl August von Schönebeck
Major
Albrecht Freiherr von Richthofen bersama anak tercinta Manfred yang
baru saja keluar dari rumah sakit, 11 Juli 1917. Albrecht mengenakan
pita medali Eisernes Kreuz II klasse di kancing bajunya sementara di
bagian bawah seragamnya tertempel salib Johanniterorden
(Ordo Johanniter) yang bukan merupakan medali keberanian melainkan
medali keanggotaan untuk ksatria Jerman yang menjadi anggota organisasi
keagamaan St. Johann yang berhaluan Katolik
Gambar/sketsa
yang dibuat oleh Profesor Arnold Busch saat berkunjung ke Manfred von
Richthofen bulan Juli 1917. Seperti biasa, dalam gambar ini Manfred
mengenakan seragam resimen Uhlan favoritnya serta, tentu saja, Pour le
Mérite!
Manfred
von Richthofen begitu frustasi akan masa penyembuhannya dan sudah
gatal ingin bertempur kembali. Berkali-kali dia meminta untuk diizinkan
keluar dari rumah sakit, dan akhirnya izin tersebut datang juga
tanggal 25 Juli 1917. Dalam foto ini Red Baron masih terlihat lemah
dengan perban di kepalanya saat dia menikmati sinar matahari bersama
para perwira Geschwader di anak tangga Château de Béthune. Baris atas
dari kiri ke kanan: Leutnant der Reserve Kurt Küppers dari Jasta 6;
Leutnant Carl August von Schönebeck, Jasta 11; Oberleutnant Karl
Scheffer, Jasta 11; Leutnant Wilhelm Bockelmann, Jasta 11; Oberleutnant
Hans-Helmuth von Boddien, Jasta 11; Leutnant der Reserve Alfred
Niederhoff, Jasta 11; dan Leutnant Justus Grassmann, Jasta 10. Baris
depan: Leutnant der Reserve Konstantin Krefft, JG I; Richthofen;
Leutnant Eberhard Mohnike, Jasta 11; dan Leutnant der Reserve Erwin
Böhme (yang menggantikan Kurt Wolff sebagai komandan Jasta 29). Di
depan para pilot ini nongkrong baling-baling yang merupakan ‘suvenir’
dari sebuah pesawat pengintai R.E.8 Inggris... Sebuah ironi karena
kelak penanda kuburan pertama Manfred adalah juga baling-baling dari
pesawat R.E.8!
Pada
tanggal 30 Juli 1917 Manfred von Richthofen menyambut kedatangan
mantan kamerad-nya di Jasta 2, Leutnant Werner Voss (kiri), yang
bergabung dengan Jagdgeschwader 1. Pada saat itu Voss baru berusia 20
tahun tapi dia sudah mengemas 34 kemenangan dan juga merupakan peraih
Pour le Mérite seperti halnya Manfred. Voss menggantikan Oberleutnant
Ernst Freiherr von Althaus (pilot pemburu kedelapan peraih Pour le
Mérite) yang menderita gejala kebutaan sehingga harus ditarik dari
front depan dan menjalani tugas baru sebagai instruktur. Voss adalah
pilot Jerman dengan jumlah kemenangan tertinggi kedua setelah Manfred
sehingga kini JG 1 boleh lah mentahbiskan diri sebagai unitnya
pilot-pilot pemburu terbaik Kaiser!
Pada
tanggal 7 Agustus 1917 Leutnant Kurt Wolff menyusul komandan
Geschwader-nya keluar dari rumah sakit. Dia sangat ingin terjun kembali
dalam peperangan, hanya saja dilarang keras untuk bertempur sebelum
lukanya pulih total. Dengan jumlah kemenangan 33, Wolff menjadi pilot
ketiga dengan pencapaian tertinggi sesudah Manfred von Richthofen dan
Werner Voss sehingga wajar saja dia ingin buru-buru mengejar
ketertinggalannya, apalagi posisinya sebagai komandan Jasta 11
digantikan oleh Oberleutnant Wilhelm Reinhard sembari menunggu
penyembuhannya. Foto di atas memperlihatkan Wolff (kedua dari kanan)
yang setengah tersenyum seakan menggambarkan perasaannya saat itu. Dari
kiri ke kanan: Konstantin Krefft (perwira teknis JG 1), Anthony Fokker
(perancang pesawat terkenal), Kurt Wolff, dan Manfred von Richthofen
(kommandeur Geschwader)
Foto
koleksi pribadi Daniel Kosinski dari Amerika Serikat ini kemungkinan
besar diambil pada waktu yang sama dengan foto sebelumnya, yang terlihat
dari kesamaan pakaian yang dikenakan oleh Manfred von Richthofen (kiri)
dan Anthony Fokker (belakang setir). Mobil sport super keren yang
mereka gunakan berjenis Mercedes 38/90 atau bisa juga dari jenis
Austro-Daimler besar
Saat
terbit pengumuman bahwa Oberleutnant Eduard Dostler (Staffelkapitän
Jasta 6 yang baru berusia 21 tahun) dianugerahi Pour le Mérite, Manfred
von Richthofen mengunjungi markasnya dan memasangkan medali Pour le
Mérite punya dia sendiri di leher Dostler seperti tampak dalam foto!
Kemungkinan besar Dostler mendapat kehormatan untuk memakai medali
“pinjaman” tersebut sampai medali punya dia datang dari bagian kearsipan
medali Kekaisaran di Berlin. Biasanya peristiwa seperti ini selalu
diikuti oleh acara minum-minum tuak cap Tikus, tapi tidak saat Manfred
hadir! Dia menekankan kesiapsiagaan penuh pada seluruh anakbuahnya
sehingga jarang berlangsung pesta-pesta teler seperti yang terjadi di
unit-unit lainnya
Pada
pagi hari tanggal 16 Agustus 1917 Manfred von Richthofen kembali
bertugas dan langsung menembak jatuh sebuah pesawat Nieuport Inggris
yang dipiloti oleh 2/Lt H.T. Williams pukul 07:55. Kemenangan tersebut
dicatat sebagai kemenangannya yang ke-58. Sayangnya, luka di kepalanya
yang berbalut perban (seperti tampak dalam foto di atas yang
bertanda-panah) masih terasa dan menimbulkan sakit kepala hebat sehingga
Manfred langsung meringkuk di kamar tidur sepanjang hari itu. Wajar
saja, karena Manfred memakai helm pilotnya di luar perbannya sehingga si
luka mendapat tekanan saat dia terbang! Keesokan harinya (17 Agustus
1917), Jasta 11 mencatatkan kemenangan udara ke-200 (dari sejak tanggal
12 Oktober 1916) saat Leutnant Hans-Georg von der Osten mencetak
fliegerabschüsse pertamanya. Jasta 11 adalah mantan unit Manfred yang
kini dikomandani oleh Kurt Wolff
General
der Infanterie Erich von Ludendorff (tanda-panah) ditemani oleh
Manfred von Richthofen (sebelahnya) melakukan inspeksi pada Jagdstaffel
11 pada hari minggu tanggal 19 Agustus 1917. Di latar belakang adalah
pesawat Albatros terakhir yang digunakan oleh Manfred sebelum dia
beralih pada Fokker: Albatros D.V 2059/17. Tangga di sebelahnya adalah
untuk memberi kesempatan pada jenderal dan staffnya apabila mereka
berniat untuk melihat ‘kantor’ yang sebenarnya dari sang Red Baron!
Keesokan
harinya, Senin tanggal 20 Agustus 1917, JG 1 memberikan perlindungan
udara dalam acara kunjungan Kaiser Wilhelm II ke 4.Armee. Disini Manfred
von Ricthofen (ketiga dari kiri) berpose santai saat menunggu
kedatangan sang Kaisar. Dia memakai pita medali lebar yang memajang
semua medali yang telah didapatnya sampai saat itu, bersama dengan Pour
le Mérite yang selalu terpasang di lehernya. Topinya sedikit lebih
besar demi ‘mengakomodasi’ perban yang masih membalut kepalanya.
Hauptmann Paul Freiherr von Pechmann (tengah) adalah veteran dengan 400
feindflug (misi tempur) dan menjadi pengamat udara pertama Jerman yang
dianugerahi Pour le Mérite. Di sebelahnya dengan rokok menempel di
bibir adalah Oberleutnant Eduard Dostler, komandan Jasta 6 sekaligus
jagoan udara dengan 26 kemenangan. Kemungkinan besar ini adalah foto
terakhir Dostler, karena keesokan harinya (21 Agustus 1917) dia gugur
saat terlibat pertempuran udara melawan pesawat-pesawat Inggris!
Manfred
von Richthofen maju ke depan dan memberi hormat kepada Kaiser Wilhelm
II yang baru datang untuk menginspeksi para anggota udara 4.Armee di
Courtrai, 20 Agustus 1917. Di sebelah kanan adalah General der
Infanterie Friedrich Sixt von Armin, komandan 4.Armee yang berusia 65
tahun. Sang jenderal mempunyai motto yang cocok benar dengan filosofi
Manfred: “Dia yang tidak berani mengambil langkah selanjutnya adalah dia
yang telah melakukan perjalanan dengan sia-sia”
Masih
dalam upacara yang sama untuk menyambut kedatangan Kaiser Wilhelm II
tanggal 20 Agustus 1917. Manfred von Richthofen memimpin anakbuahnya
memberi hormat pada sang pemimpin Jerman. Tiga orang yang berdiri di
baris depan bagian kiri semuanya adalah peraih Pour le Mérite, dari kiri
ke kanan: Oberleutnant Paul Freiherr von Pechmann (31 Juli 1917),
Oberleutnant Eduard Dostler (6 Agustus 1917) dan Oberleutnant Rudolf
Berthold (10 Oktober 1917). Tanggal dalam kurung adalah tanggal
penganugerahan Pour le Mérite
Manfred
von Richthofen bermain bersama anjing Denmark peliharaannya yang
bernama Moritz. Dia berulangkali diingatkan agar tidak terbang dulu
sebelum luka di kepalanya benar-benar pulih. Begitu seriusnya perintah
ini sampai-sampai Angkatan Darat mengirimkan Hauptmann Helmuth Wilberg,
kawan lama Manfred yang kini menjadi perwira 4.Armee bagian
penerbangan, untuk melihat apakah dia benar-benar ‘diam’! Dasar bandel,
pada tanggal 26 Agustus 1917 Manfred memutuskan untuk terbang kembali
demi memburu skuadron pesawat Inggris yang baru saja membom pangkalan
udara Jerman di Heule (Bisseghem) dan Marcke. Dalam dogfight yang
kemudian berkecamuk, Manfred mencatatkan kemenangannya yang ke-59
Pada
tanggal 28 Agustus 1917 pesawat tiga-sayap Fokker pertama tiba di
pangkalan Jagdgeschwader 1. Tiga hari kemudian (31 Agustus 1917) sebuah
demonstrasi resmi Fokker F.I 102/17 diselenggarakan di Marcke dan tentu
saja Manfred von Richthofen sangat antusias mengikutinya! Disini dia
sedang menerangkan kelengkapan pesawat tersebut kepada Generalmajor Karl
von Lossberg, salah satu komandan pasukan Jerman dalam Pertempuran
Ypres ketiga yang baru saja diangkat menjadi jenderal empat minggu
sebelumnya

Keesokan
harinya, 1 September 1917, Manfred von Richthofen membuktikan bahwa
pesawat Fokker triplane baru ini (dalam foto ini sedang ‘ditunggangi’
oleh perancangnya, Anthony Fokker) begitu mematikan: dia menembak jatuh
sebuah pesawat dua kursi Inggris yang sedang membantu penembakan
artileri di timur Ypres. Itu adalah kemenangannya yang ke-60. Kemenangan
tersebut diraih begitu mudah karena pesawat korbannya menyangka milik
Manfred sebagai pesawat triplane Sopwith Inggris sehingga tidak membuka
tembakan!

Dan
inilah korbannya yang ke-61: Lieutenant Algernon F. Bird dari No.46
Squadron, Royal Flying Corps. Dia adalah salah satu dari hanya 29
penerbang yang selamat setelah bertempur melawan Manfred von Richthofen,
sementara 54 lainnya diketahui terbunuh. Dalam foto ini tampak kedua
orang dari pihak yang berseteru tersebut berada dalam suasana yang
santai, dan si Letnant Inggris berusia 21 tahun itu pun nyengeh alias
tersenyum walaupun dia dalam status sebagai tawanan Jerman!
Manfred
von Richthofen mengenakan topi pilotnya yang terlipat sementara di
belakangnya terparkir sebuah pesawat Fokker D.V bersayap ganda. Pesawat
model lama ini tidak dimaksudkan sebagai pesawat tempur di front depan,
tapi sekedar untuk mengujicoba penggunaan mesin rotari seperti halnya
pesawat-pesawat Fokker lainnya. Selama ini pilot-pilot JG 1 menggunakan
Albatros, yang mempunyai mesin berbeda dibandingkan dengan pesawat
baru mereka
Rumah
keluarga Richthofen di Schweidnitz (sekarang Swidnica, Polandia). Pada
tanggal 6 September 1917 Manfred von Richthofen ‘dipaksa’ untuk cuti
kembali selama empat minggu karena telah melanggar perintah tidak
terbang yang diberikan kepadanya. Hal pertama yang dilakukan Manfred
adalah, selain menggerutu, mengunjungi kampung halamannya dengan
menggunakan pesawat merah berkursi ganda yang kini menjadi propertinya.
Tentu saja orang-orang di Schweidnitz langsung riuh-rendah begitu
mengetahui sang legenda terbang di atas kepala mereka!
Manfred
von Richthofen mengenakan semua medalinya dalam apa yang nantinya
menjadi foto keluarga terakhirnya. Bersama dia, berdiri dari kiri ke
kanan: ibunya, saudaranya Lothar dan Bolko serta saudarinya Ilse.
Ayahnya, Major Albrecht Freiherr von Richthofen, duduk di depan. Ini
adalah pertamakalinya keluarga ini berfoto bersama sejak Natal tahun
1915!


Mau
bukti? Ini adalah foto Manfred von Richthofen bersama dengan suster
Käte Otersdorf yang merawatnya di rumah sakit Courtrai. Tukang gosip
bisa saja menambahkan bahwa di antara mereka berdua terdapat sebuah
hubungan romantis yang lebih daripada hubungan antara suster dengan
pasiennya, tapi pose yang kaku dan ‘jarak’ antara mereka berdua
jelas-jelas mengisyaratkan hubungan mereka yang tak lebih dari
persahabatan ‘profesional’ belaka. Jurnalis Amerika Floyd Gibbons
mengatakan bahwa Manfred menerima begitu banyak surat cinta dari
penggemar perempuannya, sayangnya semua suratnya itu kini telah hilang
dan termasuk di antaranya adalah korespondensi antara Manfred dengan
seorang wanita yang tampaknya telah menarik hatinya, seorang wanita
yang, seperti yang dikatakan oleh ibunya, Kunigunde Freifrau von
Richthofen: “Dicintai oleh Manfred seperti halnya cinta seorang lelaki
terhormat terhadap wanita yang dia dambakan akan menjadi ibu dari
anak-anaknya.” Sampai saat ini tidak diketahui identitas si wanita
misterius tersebut...
Mau
bukti lain? Dalam sebuah foto yang diambil bulan Mei 1917 ini, Manfred
von Richthofen dan sahabatnya Fritz von Falkenhayn terbang ke Bad
Homburg untuk mengunjungi Kaiserin Auguste Viktoria. Sikap pemalu
Manfred terlihat jelas. Ketika von Falkenhayn membaur dengan mudahnya
dengan para pengiring ratu – dalam hal ini dua bersaudari
Forckenbeck-Gablenz yang terkenal kecantikannya – Manfred malah ‘mundur’
di balik pesawatnya!
Manfred
von Richthofen (kelima dari kiri) dalam acara pernikahan teman dan
mantan Kamerad-nya di Kampfgeschwader 2, Hauptmann Fritz Prestien (tanda
panah), yang diselenggarakan di Kastil Reinhardsbrunn di Gotha tanggal
18 Oktober 1917. Dari kiri ke kanan: Wolf Freiherr Pergler von Perglas
dan istrinya; Gerda von Minckwitz dan Oberjägermeister Major a.D. Hans
von Minckwitz (orangtua pengantin perempuan); Manfred von Richthofen
(yang mengenakan semua medalinya serta helm Tschapka Uhlan); Duchess
Viktoria Adelheid dan Duke Carl Eduard of Saxe-Coburg-Gotha; tiga orang
pegawai istana; Wally von Minckwitz dan Fritz Prestien (pasangan
pengantin); dan berbagai anggota istana, militer serta kerabat lainnya.
Ketika di sore harinya Manfred kembali ke tempat menginapnya di Hotel
Continental di Berlin, dia mendapat ucapan selamat dari mana-mana.
Bingung, kemudian dia tahu bahwa pers Jerman telah salah mengerti dan
menyangka dialah yang menikah di hari itu dengan Wally von Minckwitz!
Tak heran bila banyak telegram dan surat ucapan selamat serupa yang
datang ke kantor pos militer ayahnya serta rumah ibunya di Schweidnitz!
Dibutuhkan beberapa hari sebelum kesalahpahaman ini reda
Foto
Manfred von Richthofen sebagai biarawati Katolik yang terpampang di
rumah sekaligus musium keluarganya di Schweidnitz. Terdapat sebuah
cerita menarik di baliknya: seorang gadis calon biarawati yang ngefans
berat dengan Manfred memasang foto idolanya di kamar sekolah
biarawatinya. Suatu hari kepala biara datang mengecek kamarnya dan
menjadi murka ketika mengetahui ada gambar lelaki terpasang. Akibatnya,
si calon biarawati mendapat hukuman sekaligus peringatan untuk tidak
memasang foto laki-laki di kamarnya, bahkan meskipun dia adalah seorang
pilot terkenal dan pahlawan terkemuka. Gadis ini rupanya bukan dari
jenis orang yang gampang menyerah. Dia mengakalinya dengan memasang foto
besar temannya dalam pakaian biarawati, lalu mengganti mukanya dengan
muka Manfred!
JG
1 pimpinan Manfred von Richthofen mendapat tugas baru untuk mengawal
pesawat-pesawat pembom Jerman dalam misinya membom fasilitas musuh di
front depan. Manfred sebenarnya membenci tugas ini karena dia lebih
memilih membebaskan anakbuahnya untuk ‘kelayapan’ di sektor udara yang
menjadi wilayah mereka dan menembak jatuh setiap musuh yang datang, tapi
dia tetap harus menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Foto di
atas memperlihatkan Manfred sedang berbincang-bincang dengan Hauptmann
Rudolf Kleine (kiri), komandan Kampfgeschwader 3, dan ajudannya
Oberleutnant Gerlich (tengah), di lapangan udara Gontrode yang terletak
di sebelah tenggara Ghent, Belgia. Lapangan udara ini menjadi pangkalan
besar pesawat-pesawat pembom Jerman dalam Perang Dunia I. Kleine
adalah juga seorang peraih Pour le Mérite seperti halnya Manfred, dan
pengawalan ini tidak terlalu banyak membantu ketika pesawatnya ditembak
jatuh oleh tembakan senjata anti serangan udara Inggris dalam misi
tanggal 14 Desember 1917
Sebuah
hanggar balon Zeppelin di Gontrode yang memperlihatkan pesawat yang
dipakai oleh Manfred von Richthofen saat dia terbang mengunjungi
Kampfgeschwader 3 (lihat foto sebelumnya). Pesawat-pesawat yang berwarna
putih di sebelah kiri adalah pembom Gotha D.IV, sementara dua di kanan
yang berwarna lebih gelap adalah Albatros D.V kepunyaan Manfred dan
perwira teknisnya, Leutnant der Reserve Konstantin Krefft. Yang mana
yang dipakai oleh Manfred? Albatros D.V 2059/17 yang paling kanan, yang
dia gunakan saat mencetak kemenangan udara ke-58 dan 59. Yang jadi
pertanyaan adalah: bukankah para pilot JG 1 sudah menerima Fokker, tapi
kenapa mereka disini masih menggunakan Albatros? Jawabannya bisa
dilihat di foto selanjutnya!
Ketika
Manfred von Richthofen kembali ke tugas di front bersama JG 1 tanggal
23 Oktober 1917, dia menerbangkan pesawat Fokker Dr.I 114/17 triplane.
Tapi kemudian sejumlah kerusakan dan masalah teknis melanda sehingga
memakan korban tiga pilot yang kehilangan nyawanya: Vizefeldwebel Josef
Lautenschlager (29 Oktober 1917), Leutnant Heinrich Gontermann (30
Oktober 1917, peraih Pour le Mérite), dan Leutnant der Reserve Günther
Pastor (31 Oktober 1917). Tanggal 2 November 1917 semua Fokker triplane
dikandangkan untuk menjalani investigasi lebih lanjut sehingga semua
pilot JG 1 untuk sementara balik lagi ke pesawat lamanya, Alabtros D.V.
Dalam foto ini Manfred (memakai jaket bulu tebal, kedua dari kiri)
kembali memakai Albatros D.V 4693/17 (latar belakang) yang dia pakai
saat dipaksa untuk mendarat darurat di bulan Juli 1917 sebelumnya. Kini
pesawat tersebut telah mendapat mempunyai lambang nasional di
stabiliser vertikalnya, yang kemungkinan ditambahkan dalam masa
perbaikan saat Manfred dirawat di rumah sakit
Di
pertengahan November 1917, JG 1 dipindahkan ke wilayah Avesnes-le-Sec,
timur-laut Cambrai, yang menjadi front 2.Armee. Di medan operasi
barunya ini Manfred von Richthofen mencetak kemenangan yang ke-62
tanggal 23 November 1917. Yang menjadi korbannya adalah sebuah pesawat
Airco D.H.5 A.9299 dari No.64 Squadron, Royal Flying Corps, yang foto
nunggingnya nampang di atas dan foto aslinya berada di musium
Schweidnitz. Itu bukan korban dia satu-satunya di hari itu, karena
kemudian Manfred menghantam pula pesawat Airco D.H.5 lainnya yang
dipiloti oleh Lieutenant James A.V. Boddy
Datangnya
musim dingin mulai terasa dan bisa terlihat dalam foto ini yang
memperlihatkan Manfred von Richthofen (kiri) dan adiknya Lothar (kedua
dari kanan) berjalan di lapangan udara berumput yang menjadi pangkalan
baru mereka di dekat Cambrai. Lothar baru saja ditunjuk sebagai pimpinan
Jagdstaffel 11, dan JG 1 terlibat pertempuran sengit melawan
pesawat-pesawat Inggris-Prancis dalam rangka mendukung ofensif Jerman di
hutan Bourlon
Manfred
von Richthofen adu nyengeh dengan Leutnant der Reserve Hans Klein,
pimpinan Jasta 10, yang dianugerahi kesuksesan tanggal 30 November 1917.
Dia menembak jatuh sebuah balon observasi Inggris di barat Cambrai
yang menjadi kemenangannya yang ke-22, dan di hari yang sama dia
mendapat kabar bahwa Kaiser telah menganugerahinya dengan Pour le
Mérite
Meskipun
cuaca makin memburuk dari waktu ke waktu, Manfred von Richthofen dan
rekan-rekannya tetap terbang demi menyongsong musuh. Foto ini
memperlihatkan saat dia bersiap-siap tinggal landas di Moorsele, Belgia.
Seringkali dia terbang bersama para pilot baru, dan pilot-pilot muda
ini begitu terkesan ketika mengetahui bahwa sang legenda ini, yang
namanya berada di tiap bibir orang Jerman, begitu bersahaja dan tak
tampak sedikitpun roman ‘selebritis’ dalam segala kesehariannya! Dia
selalu menyempatkan berkumpul dengan anakbuahnya selepas tugas dan
selalu siap memberikan pertolongan manakala dibutuhkan
Nongol
dalam foto bersama sang legenda Red Baron merupakan sebuah kehormatan
besar bagi para pilot. Foto ini diambil di Avesnes-le-Sec awal tahun
1918 dan kemudian beredar luas sebagai kartupos Sanke no.606. Dari kiri
ke kanan (mengelilingi Manfred von Richthofen): Feldwebelleutnant
Friedrich Schubert; Leutnant der Reserve Siegfried Gussmann; Leutnant
Werner Steinhäuser; Leutnant Hans Karl von Linsingen; Leutnant Karl
Esser; Leutnant Hans-Georg von der Osten; Leutnant Eberhard Mohnike;
Leutnant Friedrich-Wilhelm Lübbert; Oberleutnant Hans-Helmuth von
Boddien; dan Vizefeldwebel Edgar Scholz. Kecuali Schubert, yang
ditugaskan di Jasta 6, yang lainnya berasal dari Jasta 11. Jangan kira
bahwa menjadi anak buah dari Red Baron itu gampang! Manfred hanya
mengharapkan yang terbaik dari pilot-pilot di bawah komandonya, dan
sekali saja dia melihat ketidaksiapan atau ketidaksungguhan dari salah
seorangnya, maka dipastikan si ‘oknum’ tersebut akan tersingkir cepat
atau lambat!
Sementara
masalah yang menimpa pesawat triplane Fokker mendapat pengevaluasian
lebih lanjut oleh Komisi Udara, maka perusahaan lain berlomba-lomba
mengisi kekosongan pesawat pemburu pilihan nomor satu Jerman. Tanggal 12
Desember 1917 Manfred von Richthofen melapor ke Pfalz Flugzeugwerke
(pabrik pesawat terbang) di Speyer am Rhein untuk mengujicoba prototipe
pesawat triplane terbaru perusahaan tersebut. Pendiri dan pemilik
perusahaan Alfred Everbusch berdiri di belakang Manfred (yang duduk di
kokpit) sambil memberikan komentar-komentar yang diperlukan. Pesawat
Pfalz Dr.I yang ditenagai mesin Siemens-Halske Sh III ini kemudian tidak
lulus ujicoba. Dari muka kusut yang ditunjukkannya kepada fotografer,
Manfred mungkin menyadari bahwa untuk sementara waktu dia harus puas
dengan pesawat Albtaros D.V dan Pfalz D.III yang dipakai oleh JG 1!
Begitu
banyak kartupos yang beredar masa itu yang memperlihatkan sosok sang
Rittmeister pahlawan, Manfred von Richthofen. Termasuk di antaranya
adalah kartupos di atas yang memperlihatkan Manfred dengan seragam
resimen Uhlan-nya. Foto semacam inilah yang sering dibawa-bawa oleh
ajudan JG 1, Oberleutnant Karl-Heinrich Bodenschatz (nantinya menjadi
General der Flieger Luftwaffe zaman Nazi Jerman), manakala dia sibuk
mencari suplai perlengkapan serta makanan tambahan untuk unitnya. Foto
ini dibawa bukan sebagai jimat, tapi untuk diberikan kepada para perwira
bagian suplai atau petugas bersangkutan lain manakala permintaan
Bodenschatz tidak dipenuhi. Dan, seperti yang Bodenschatz katakan
sendiri dalam catatan harian perang JG 1 yang diterbitkan tahun 1935,
foto bertandatangan asli Manfred ini seringkali lebih ‘ampuh’
dibandingkan dengan uang, dan sang ajudan bisa dengan tenang kembali ke
pangkalannya dengan membawa suplai yang dibutuhkan!
Saat
musim dingin 1917/1918 membuat operasional JG 1 menjadi terhambat,
Manfred von Richthofen kembali ke unitnya dengan terbang dari pabrik
Pfalz tanggal 20 Desember 1917. Disana dia dan Lothar dengan senang hati
menyambut kedatangan ayahnya, Major Albrecht Freiherr von Richthofen,
dan menghabiskan natal bareng di markas JG 1. Ini adalah saat terakhir
ketiga manusia tersebut berkumpul bersama. Major Albrecht dijuluki
sebagai ‘Fliegervater’ (ayah para penerbang) karena kedua anaknya yang
menjadi pilot pahlawan, dan juga karena putra ketiganya, Karl Bolko,
sedang menjalani pelatihan terbang di Institut Kadet Wahlstatt. Selain
itu, di usianya yang sudah mencapai 58 tahun Major Albrecht masih sering
terbang saat dalam kunjungan ke anak-anaknya. BTW, Jumlah kemenangan
Manfred dan Lothar apabila digabungkan mencapai 120!
Salju,
kabut dan angin membuat berkurangnya aktifitas udara di front depan.
Masa ini dimanfaatkan oleh Manfred von Richthofen untuk berfoto bersama
para anggota lama dan baru Jagdgeschwader 1, dengan banyak di antaranya
merupakan pilihan pribadi sang Kommandeur. Manfred memang sudah lama
tidak mendapatkan pilot-pilot barunya melalui ‘saluran resmi’, melainkan
mencari langsung ke sekolah-sekolah penerbangan dan Jagdstaffel lain.
Tentu saja para pilot baru ini bangga luar biasa bila Manfred memilih
mereka untuk masuk ke unitnya, JG 1! Duduk dari kiri ke kanan: Leutnant
der Reserve Karl Hertz, Jasta 4 (KiA 9 Mei 1918); Leutnant der Reserve
Robert Tüxen, Jasta 6; Oberleutnant Hans-Helmuth von Boddien, Jasta 11;
Rittmeister Manfred von Richthofen, JG I (KiA 21 April 1918); Leutnant
der Reserve Hans Klein, Jasta 10; Oberleutnant Kurt-Bertram von
Döring, Jasta 4; Oberleutnant Wilhelm Reinhard, Jasta 6 (KiC 3 Juli
1918); Leutnant Lothar von Richthofen, Jasta 11; dan Leutnant der
Reserve Konstantin Krefft, JG I. Berdiri dari kiri ke kanan: dua pilot
tak dikenal; Leutnant der Reserve Justus Grassmann, Jasta 10; tak
dikenal; Leutnant der Reserve Max Kühn, Jasta 10; tak dikenal; Leutnant
der Reserve Alois Heldmann, Jasta 10; Vizefeldwebel Adam Barth, Jasta
10 (KiA 30 Januari 1918); dan tak dikenal
Manfred
von Richthofen dan adiknya Lothar berdiri di latar belakang dalam foto
buram yang dimuat dalam koran terbitan saat itu yang memperlihatkan
perundingan damai antara Jerman dan Rusia di Brest-Litovsk tanggal 4
Januari 1918. Pihak Jerman (duduk sebelah kiri) dipimpin oleh Panglima
pasukan Jerman di Front Timur, Prince Leopold of Bavaria, sementara
pihak Rusia dipimpin oleh Anastasia Bitsenko (duduk ketiga dari kanan)
dari kaum Bolsewik
Pada
pertengahan Januari 1918 Manfred von Richthofen berfoto bersama para
pilot pemburu terkemuka Jerman di fasilitas pengujian udara Adlershof
yang terletak di pinggiran Berlin. Dari kiri ke kanan: Leutnant Erich
Löwenhardt (Jasta 10); Oberleutnant Bruno Loerzer (komandan Jasta 26);
Manfred von Richthofen; Hauptmann Schwarzenberger (perwira staff);
Leutnant der Reserve Hans Klein; dan perwira staff lainnya. Mereka
berada disana untuk mengujicoba pesawat-pesawat keluaran terbaru yang
akan dijadikan sebagai pesawat pemburu utama Jerman di tahun 1918.
Sekitar 28 pabrikan mengikutsertakan pesawatnya dalam acara ini,
termasuk di antaranya adalah AEG, Albatros, Aviatik, Fokker, LFG Roland,
Pfalz, Rumpler, Schütte-Lanz dan Siemens-Schuckert
Dalam
acara ujicoba di Adlershof pertengahan Januari 1918, Manfred von
Richthofen jarang ‘dibiarkan’ sendirian. Selalu ada para pengagum dan
perwira staff yang mengikutinya kemanapun dia pergi, termasuk Anthony
Fokker yang berada paling kiri dalam foto di atas. Dalam satu kesempatan
berhujan Manfred berhasil ‘lolos’ dan menyempatkan diri untuk
mengunjungi galeri seni Schulte di Berlin sambil mengenakan jubah
perwira staff dengan kerah besar yang menutupi wajahnya. Disana dia lama
menatap lukisan dirinya di atas pesawat yang dibuat oleh Fritz Reusing
dengan judul “Rittmeister Freiherr von Richthofen”. Seorang pria tua
lalu berdiri di sebelahnya dan ikut mengagumi lukisan tersebut. Manfred
kemudian dengan sopan menanyakan, “Maaf, tapi ada orang yang mengatakan
pada saya bahwa saya punya kemiripan dengan tokoh di lukisan tersebut.
Bagaimana menurut anda?” Orang tua itu mengenakan kacamatanya, menatap
lukisan lalu menatap Manfred sebelum akhirnya berkata, “Hmmm...
sebaiknya anda melupakan perkataan teman anda. Anda sama sekali tidak
mirip...”
Pada
tanggal 13 Januari 1918 sebuah pesawat triplane Fokker Dr.I 144/17
‘G.125’ dari Jasta 11 jatuh ke tangan pasukan Inggris secara utuh
setelah terkena tembakan senjata anti serangan udara di dekat Cambrai.
Pilotnya, Leutnant Eberhard Stapenhorst, diangkut ke Inggris tanggal 30
Januari 1918. Selama bertahun-tahun, foto Fokker Dr.I 144/17 di atas
diklaim sebagai milik Red Baron, dan dia dipamerkan di Agricultural Hall
di London selama beberapa waktu sebelum dipreteli
Dua
bersaudara Richthofen, Manfred (kiri) dan Lothar, berfoto di depan
pesawat Fokker Dr.I. Pesawat jenis ini masih dipandang secara
‘hati-hati’ oleh para pilot Jerman karena banyaknya kasus masalah mesin
dan struktur yang menimpanya. Dua pilot Jerman terkemuka, Leutnant Hans
Joachim Wolff dan Leutnant Eberhard Mohnike, mendapat luka-luka serius
ketika sedang terbang menggunakan pesawat ini
Manfred
von Richthofen berfoto bersama para komandan Staffel yang berada di
bawah komandonya, musim semi 1918. Dari kiri ke kanan: Leutnant der
Reserve Kurt Wüsthoff, Jasta 4; Oberleutnant Wilhelm Reinhard, Jasta 6;
Manfred von Richthofen; Leutnant Erich Löwenhardt, Jasta 10; dan
Leutnant Lothar von Richthofen, Jasta 11. Wüsthoff menggantikan Leutnant
der Reserve Hans Klein sebagai komandan Jasta 4 yang terluka parah
dalam peristiwa tanggal 19 Februari 1918. Dia tidak disukai oleh
rekan-rekannya karena bermuka tebal serta sering melaporkan kemenangan
tanpa cek dan recek dulu. Karena itulah tak lama kemudian Manfred
mencopotnya tanggal 16 Maret 1918 dan menggantinya dengan Leutnant der
Reserve Hans-Georg von der Osten. BTW, Dalam foto ini Manfred
berpenampilan sederhana dengan seragam tanpa embel-embel serta ketiadaan
Pour le Mérite di lehernya!
Pada
tanggal 13 Maret 1918 Manfred von Richthofen menerima berita
mengejutkan bahwa adik tercintanya, Lothar, telah tewas dalam sebuah
dogfight. Dia langsung buru-buru terbang ke tempat pesawat Lothar hancur
di Ayreux. Disini dia terlihat sedang duduk di kokpit pesawat Albatros
D.V sambil mengenakan jaket bulu tebal dan bersiap untuk menanyakan
tentang kabar adiknya di markas Jasta 5 yang terletak di lapangan udara
Boistrancourt. Pada pagi hari di hari yang sama Manfred mencetak
kemenangan udaranya yang ke-65. Ternyata adiknya 'hanya' menderita luka
serius sehingga harus dirawat di rumah sakit selama empat bulan
Sebagai
persiapan untuk ofensif musim panas Jerman di bulan Maret 1918,
Manfred von Richthofen berkeliling ke unit-unit udara dengan mobil
dinasnya (seperti tampak dalam cuplikan film di atas) demi membentuk
sebuah tim tempur udara yang efektif dan mencari pengganti Lothar
sebagai komandan sementara Jasta 11. Disinilah dia bertemu dengan Ernst
Udet dari Jasta 36 yang diajaknya untuk bergabung dengan
Geschwader-nya. Udet langsung mengiyakan, dan tentu saja! Banyak sekali
Jagdstaffel yang bagus dan meraih nama dalam pertempuran, tapi hanya
ada satu Jagdgeschwader Richthofen! Saat itu Udet sendiri telah meraih
fliegerabschüsse ke-20 dan sudah direkomendasikan sebagai peraih Pour
le Mérite
Selain
Udet, Manfred von Richthofen juga mencomot Hauptmann Richard Flashar
dari Jasta 5 untuk bergabung dengan JG 1. Flashar merupakan mantan rekan
Manfred fi Kampfstaffel 8 dan telah menjadi komandan Jasta 5 dari
sejak bulan Juli 1917. Di dalam unitnya bergabung dua orang Letnan
peraih Pour le Mérite, Otto Könnecke dan Fritz Rumey. Foto di atas
memperlihatkan saat Manfred (kiri) mengunjungi pangkalan Jasta 5.
Seperti biasa, para pilot disana tampak terpesona dengan tamunya yang
merupakan legenda hidup Jerman, sementara Flashar sendiri (kedua dari
kanan) adem ayem saja kelihatannya!
Manfred
von Richthofen (keempat dari kanan) tampak sedang santai ngadu huntu
dengan anak-buahnya, sementara di latar belakang kita bisa melihat tenda
Nissen rampasan dari Inggris. Tenda ini bisa dibongkar-pasang dan ikut
berpengaruh terhadap mobilitas JG 1 serta, secara tidak langsung,
terhadap kesuksesannya. Seperti yang dikenang oleh Ernst Udet: “Staffel
lain biasa bermarkas di kastil atau desa-desa kecil 20 atau 30 km di
belakang front sementara kami jarang berada kurang dari 20 km dari front
terdepan. Staffel lain melakukan misi dua atau tiga kali dalam sehari
sementara kami lima kali. Staffel lain akan membatalkan misi apabila
cuaca tidak mendukung sementara kami hampir selalu beroperasi dalam
kondisi cuaca apapun!”
Dokumen
laporan tempur JG 1 per-tanggal 18 Maret 1918 yang ditandatangani oleh
Rittmeister Manfred von Richthofen. Laporan ini berisi detail
pertempuran udara yang dijalani oleh JG1 di tanggal tersebut termasuk
kemenangan udara ke-66 Manfred serta kemenangan terkonfirmasi
pilot-pilot lainnya
Para
anggota Jagdgeschwader Nr.1 berfoto bersama tanggal 18 Maret 1918. JG 1
terbentuk tanggal 23 Juni 1917 dan merupakan gabungan dari Jagdstaffel
4, 6, 10 dan 11. Dalam foto ini, dari kiri ke kanan: 1. ? ; 2.Leutnant
Alfred Gerstenberg (Jasta 11); 3.Leutnant Otto von Breiten-Landenberg
(Führer Jasta 11, 5 fliegerabschüsse); 4.Leutnant Hans Joachim Wolff
(Jasta 11, 10 fliegerabschüsse); 5.Leutnant Friedrich Friedrichs (Jasta
10, 21 fliegerabschüsse); 6.Leutnant Erich Just (Jasta 11, 6
fliegerabschüsse); 7.Leutnant Max Kühn (Jasta 10, 1 fliegerabschüsse);
8.Leutnant Siegfried Gussmann (Jasta 11, 5 fliegerabschüsse); 9.Leutnant
Edgar Scholz (Jasta 11, 6 fliegerabschüsse); 10.Oberleutnant Karl
Bodenschatz (Adjudant JG 1); 11.Leutnant Dr. Ewald von Conta (Jasta 11);
12.Oberleutnant Erich Löwenhardt (Führer Jasta 10, 54
fliegerabschüsse); 13.Leutnant Hans Weiss (Jasta 10, 16
fliegerabschüsse); 14.Rittmeister Manfred Freiherr von Richthofen
(Führer des Jagdgeschwaders, 80 fliegerabschüsse); 15.Hauptmann Wilhelm
Reinhard (Führer Jasta 6, 20 fliegerabschüsse); 16.Leutnant Paul Wenzel
(Jasta 6, 10 fliegerabschüsse); 17.Leutnant Johann Janzen (Jasta 6, 13
fliegerabschüsse); 18.Leutnant Franz Hemer (Jasta 6, 18
fliegerabschüsse); 19.Leutnant Hans Kirschtein (Jasta 6, 27
fliegerabschüsse); 20.Leutnant Robert Tüxen (Jasta 6, 2
fliegerabschüsse); 21.Leutnant Georg Wolff (Jasta 6); 22.Leutnant Heinz
Graf von Gluszewski (Jasta 4, 2 fliegerabschüsse); 23.Leutnant Hermann
Bahlmann (Jasta 4, 1 fliegerabschüsse); 24.Leutnant Hans-Georg von der
Osten (Jasta 4, 5 fliegerabschüsse); 25.Leutnant Viktor von Pressentin
genannt von Rautter (Jasta 4, 15 fliegerabschüsse); 26. ? ; 27. ? ;
28.Leutnant Heinrich Dreckmann (Jasta 4, 11 fliegerabschüsse). Total
kemenangan yang diraih oleh orang-orang yang nongtot dalam foto ini
adalah 328 Abschüsse ingesamt!
Manfred
von Richthofen (keempat dari kanan) dan 9 orang anakbuahnya dalam
acara kunjungan fasilitas baru Jagdstaffel mereka di Awoingt tanggal 20
Maret 1918, satu hari sebelum ofensif besar terakhir Jerman dalam
Perang Dunia I dimulai. Lokasi baru ini berada di pinggir jalan dari
Cambrai ke La Cateau. Berdiri dari kiri ke kanan: Vizefeldwebel Paul
Aue; Leutnant der Reserve Julius Bender; Leutnant der Reserve Julius
Grassmann; Oberleutnant Erich Löwenhardt; Oberleutnant Karl
Bodenschatz; Leutnant der Reserve Max Kühn; Manfred von Richthofen;
Oberleutnant Hugo Schäfer; Leutnant der Reserve Fritz Friedrichs;
Gefreiter Alfons Nitsche. Yang mengejutkan disini adalah pose Manfred
yang sedang merokok! Dia sangat menjaga betul imagenya agar bisa
menjadi panutan bagi anak muda Jerman di masa perang yang penuh cobaan,
dan jarak yang tercipta antara fotografer dan obyeknya serta ekspresi
Manfred mengindikasikan bahwa foto ini diambil tanpa sepengetahuan dia!
Seperti
umumnya para politisi di segala zaman, para anggota Reichstag
(Parlemen Jerman) juga berkesempatan mengunjungi front depan di fase
pertama ofensif Jerman di bulan Maret 1918, dengan tak lupa berfoto
bersama sang legenda Manfred von Richthofen (tengah). Demi formalitas
saja Manfred ngobrol-ngobrol dengan mereka karena dia tahu acara
kunjungan ini hanya sekedar demi mendongkrak popularitas para anggota
dewan tersebut. Malamnya, niat jahil Manfred dan para anggota JG 1
muncul: dia sengaja melepaskan tembakan pistol kosong dari tempat
tersembunyi di depan barak tempat menginap anggota dewan. Tak lama
langsung saja para politisi yang terhormat ini blingsatan keluar masih
dalam pakaian tidur mereka! Ketika dikatakan bahwa baru saja ada
serangan udara, mereka kembali ke barak dengan masih takut-takut, dan
pagi-pagi sekali langsung berangkat pulang, begitu terburu-buru
sehingga tanpa sarapan terlebih dahulu! Tak terbayangkan seperti apa
kerasnya tertawa Manfred dan anakbuahnya!
Beberapa
komandan udara dihormati melalui rasa takut. Yang lainnya, seperti
Manfred von Richthofen, dihargai karena kualitasnya yang mengagumkan.
Baik ketika sedang menjahili para politisi atau ketika sedang
bermain-main dengan anjing peliharaannya Moritz (seperti yang tampak
dalam foto yang diambil di lapangan udara Léchelle ini), Manfred
memancarkan kharisma dan kehangatan yang membuat orang di sekitarnya
kelak mengenangnya dengan penuh rasa cinta dan kebanggaan
Royal
Air Force Inggris didirikan tanggal 1 April 1918 sebagai hasil
penyatuan antara Royal Flying Corps dan Royal Naval Air Service. Di
tanggal yang sama, Jasta 11 mencatat fliegerabschüsse ke-250, sebuah
Sopwith F.1 Camel yang ditembak jatuh di Sailly-Laurette oleh Leutnant
Hans Joachim Wolff. Keesokan harinya, tanggal 2 April 1918, Manfred von
Richthofen mencetak sejarahnya sendiri: kemenangan ke-75! Surat kabar
di kampung halamannya, Breslauer Zeitung, mengangkat peristiwa tersebut
dalam halaman pertama edisi 3 April 1918 seperti yang terlihat di atas
Empat
hari kemudian, 6 April 1918, Manfred von Richthofen memimpin
penerbangan Jasta 11 di atas wilayah Somme dengan pesawat ini, Fokker
Dr.I 127/18. Mereka berpapasan dengan pesawat-pesawat Inggris yang
sedang sibuk menjatuhkan bom dan menembaki pasukan darat Jerman di
timur-laut Villers-Brettoneux. Manfred menyasar salah satu pesawat musuh
dan berhasil menembak jatuhnya sehingga menjadi kemenangan udaranya
yang ke-76
Pada
tanggal 20 April 1918 Manfred von Richthofen menembak jatuh dua buah
pesawat Sopwith F.1 Camel hanya dalam waktu beberapa menit dan menjadi
skor kemenangan no.79 dan 80. Seperti biasa, setelah balik ke pangkalan
Manfred membuat laporan pertempuran yang kemudian menjadi laporan
terakhirnya
Pada
hari minggu tanggal 21 April 1918 Rittmeister Manfred von Richthofen
bersiap-siap untuk apa yang nantinya menjadi penerbangan terakhirnya
(hik.. hik...). Seperti biasa, dia “bermesraan” dulu dengan anjing
peliharaan kesayangannya, Moritz. Sesungguhnya dari sejak kemenangannya
ke-75 ayahnya, yang begitu khawatir, telah meminta dengan sangat agar
Manfred berhenti bertempur di garis depan dan mencukupkan diri dengan
apa yang telah diraihnya. Apa yang dikatakan Manfred dalam bukunya “Der
Rote Kampfflieger” bisa menjadi jawaban atas ke-keukeuhannya: “Aku akan
sangat menderita bila kini, setelah terbebani dengan semua kemenangan
dan medali yang telah kuraih, aku menjadi seorang ‘pensiunan’ demi
untuk menjaga martabat serta hidupku yang berharga untuk negara,
sementara di lain pihak para prajurit biasa tetap bertempur
mempertaruhkan nyawa mereka di parit-parit...”
Pada
saat pertama kedatangannya di markas JG 1, pesawat Fokker Dr.I 425/17
milik Manfred von Richthofen masih berpanmpilan “fresh” dengan cat
merah yang di seluruh badan yang baru dibalurkan. Tapi di penerbangan
terakhir sang Red Baron, cat itu telah mulai pudar seperti tampak dalam
foto di atas. Misi terakhir Manfred berlangsung tanggal 21 April dan
dia mulai terlibat dalam dogfight dengan pesawat-pesawat Inggris jam
10.30 pagi di atas Somme dekat Corbie
Dalam
pertempuran tersebut, Manfred mengincar pesawat Sopwith F.1 Camel yang
dipiloti oleh Second Lieutenant Wilfrid L. May sebagai targetnya.
“Wop” May adalah orang Kanada berusia 23 tahun dan berasal dari No.209
Squadron, dan foto di atas memperlihatkan saat dia sedang mengikuti
pelatihan terbang tahun 1917. Misi yang mempertemukannya dengan Red
Baron merupakan misi pertamanya dan dia sudah diwanti-wanti agar jangan
dulu terjun dalam pertempuran melainkan hanya mengamati saja dari
kejauhan. Dasar bandel, melihat pesawat Jerman datang dia langsung
menyerbu ke salah satu pesawat dan menembak dengan senapan mesinnya.
Sialnya, senapannya malah macet! Dia langsung balik lagi untuk pulang,
tapi kini di belakangnya mengejar sebuah pesawa Jerman, yang tidak lain
adalah pesawatnya Red Baron! Pengejaran seru pun dimulai, yang
berlangsung dari wilayah Jerman ke wilayah Sekutu. Tiba-tiba May melihat
pesawat pengejarnya oleng dan menabrak daratan! Dia melihat ternyata
di belakang pesawat Jerman ada satu lagi pesawat rekannya. May menarik
nafas lega dan pulang ke pangkalan tanpa pernah tahu identitas pesawat
Jerman yang memburunya tersebut
Captain
A. Roy Brown, sesama orang Kanada yang menjadi leader ‘A’ flight dari
no.209 Squadron. Dia telah mengantongi 9 kemenangan terkonfirmasi
sampai tanggal 21 April 1918. Beberapa sejarawan menganggap bahwa
dialah orang yang paling bertanggungjawab atas tewasnya Manfred von
Richthofen saat dia mencoba menolong rekannya “Wop” May yang sedang
dicocor oleh Red Baron. May sendiri mengakui bahwa Brown lah yang telah
menembak jatuh pesawat Fokker triplane milik Manfred von Richthofen,
dan pesawat tersebut jatuh ke wilayah yang dikuasai oleh pasukan
Australia
Rittmeister
Manfred von Richthofen terbunuh tanggal 21 April 1918 pukul 11.45
waktu Jerman (satu jam lebih cepat dibandingkan dengan waktu Sekutu).
Dia dan pesawatnya jatuh ke sebuah kebun lobak merah di Vaux-sur-Somme
yang berada di pinggir jalan antara Corbie ke Bray, dan telah berada
dalam keadaan tak bernyawa ketika pasukan Australia datang ke TKP.
Jenazahnya lalu diangkat dari pesawat dan dibawa ke lapangan udara
Poulainville, yang terletak 15 kilometer jauhnya dari situ, untuk
diperiksa dan kemudian diambil fotonya. Lapangan udara tersebut menjadi
markas bagi No.3 Squadron, Australian Flying Corps, sebuah unit R.E.8
yang pada pagi harinya tercatat telah bertempur melawan pesawat-pesawat
Fokker triplane Jerman dan mengklaim turut bertanggungjawab atas
tewasnya sang Red Baron yang legendaris
Meskipun
saat pesawat Red Baron menyentuh bumi dia dalam keadaan utuh dan hanya
mengalami sedikit kerusakan, tapi tak lama kemudian pesawat tersebut
telah “compang-camping” dipereteli oleh para pemburu suvenir! Selain
klaim oleh pilot Kanada Captain A. Roy Brown, terdapat klaim lain dari
pihak Australia yang mengatakan bahwa pesawat Manfred von Richthofen
ditembak jatuh oleh senjata anti serangan udara dari bawah. Klaim ini
diterima oleh komanda pasukan udara Jerman Jenderal Ernst von Hoeppner
dan juga didukung oleh Captain N. C. Graham dan Lieutenant G.E. Downs,
perwira AD yang diperbantukan di RAF, yang memeriksa jenazah Manfred
dan menyimpulkan: “luka masuknya berada di bagian kanan dada persis di
dekat ketiak sementara luka luarnya sedikit lebih ke atas. Dari bentuk
lukanya kami bisa menyimpulkan bawa peluru menyerempet bagian dada dari
kanan ke kiri, karenanya senjata yang menembakkan peluru ini pastinya
datang dari bagian kanan bawah dan bukan atas atau sejajar, serta
berasal sedikit di belakang...”
Para
pilot dan observer dari No.3 Squadron berkumpul di sekitar sisa-sisa
badan dan ekor pesawat Manfred von Richthofen. Dari kiri ke kanan: Lt.
C.W. Gray (observer); Lt. F.J. Mart (observer); Lt. N. Mulroney (pilot);
Lt. A.V. Barrow (observer yang terbang dengan Lt. Garrett di atas Le
Hamel di pagi tanggal 21 April 1918); Lt. T.I. Ballieu (pilot); Lt. R.W.
Kirkwood (observer); Lt. A.I.D. Taylor (observer); Lt. A.E. Grigson
(pilot); dan Lt. M. Sheehan (pilot). Yang lainnya tidak teridentifikasi
Tak
lama setelah pemeriksaan singkat atas luka di tubuh sang legenda,
jenazah Manfred von Richthofen dibaringkan di atas sebuah besi berombak
seperti yang tampak dalam gambar. Di sore hari tanggal 21 April 1918
tak henti-hentinya berdatangan para pilot dari Inggris, Australia dan
Kanada yang hadir di hanggar untuk menyampaikan penghormatan terakhir
mereka kepada mantan musuh yang gagah berani, sementara prajurit lain
datang hanya demi untuk membawa pulang benda apapun yang melekat di
tubuh Manfred!



Kebanyakan
“suvenir” dari Manfred von Richthofen berkeliaran di kalangan
prajurit-prajurit yang selamat dalam kancah Perang Dunia I, juga para
keluarga dan koleganya. Selama bertahun-tahun benda-benda tersebut
menjadi milik para kolektor pribadi dan, manakala dia nongol dalam
ajang lelang di masa sekarang, maka benda-benda tersebut terjual dengan
harga yang amit-amit mahalnya! Beberapa benda terlalu berat untuk
dicopot dengan mudah di tahun 1918, seperti halnya mesin rotari
Oberursel UR II yang terpasang di pesawat Manfred pada saat
kematiannya. Mesin tersebut saat ini menjadi koleksi Imperial War
Museum di London dan tercatat sebagai bagian terbesar pesawat Manfred
yang masih utuh!
Untuk
mengatasi udara dingin di ketinggian, banyak penerbang zaman Perang
Dunia Pertama yang mengenakan jaket tebal dan sepatu berbahan bulu
binatang. Manfred von Richthofen pun mempunyai sepasang sepatu bulu
semacam itu dengan tampilan yang menarik. Salah satunya kini disimpan
di Australian War Memorial di Canberra
Kursi
pesawat Fokker Dr.I 425/17 diberikan sebagai trofi untuk Captain A.
Roy Brown, orang yang dianggap paling bertanggungjawab atas tewasnya
Manfred von Richthofen. Brown kemudian balik menghibahkannya kepada
Royal Canadian Military Institute di Toronto, Kanada. Bagian besar
lapisan badan pesawat yang memajang simbol nasional Jerman juga
berhasil selamat, dengan kebanyakannya berakhir di musium-musium
Australia dan Kanada. Salah satu bagian berada di tangan kolektor
pribadi yang mendapatkannya dalam acara lelang yang digelar di
tahun-tahun belakangan
Dibutuhkan
waktu tiga hari untuk koran-koran Jerman dalam memberitakan kematian
Red Baron. “Schlesische Zeitung” di Breslau memajang berita ini dalam
headline halaman pertama yang terbit tanggal 24 April 1918. Artikel
serupa juga muncul di koran-koran nasional dan internasional, serta
tentunya yang paling besar liputannya adalah di media kampung halaman
Manfred von Richthofen, yang memasang headline besar berjudul “Der
Heldentod Richthofens” (Kematian Heroik Richthofen)
Pada
peringatan kelahiran ke-26 Manfred von Richthofen yang berlangsung
pada tanggal 2 Mei 1918, sang pahlawan yang telah gugur mendapat
penghormatan dengan digelarnya Upacara khusus yang diadakan di
Garnisonkirche (Gereja Garnisun) di Berlin. Dengan absennya peti mati,
maka yang ada adalah sebuah catafalque (panggung peti mayat) yang
memajang Ordenskissen (bantal medali) berisi medali dan penghargaan
yang telah diraih oleh Manfred. Tak lama setelah perang usai sisa-sisa
jenazah Manfred dipindahkan dari Prancis ke pemakaman militer untuk
para pahlawan Jerman yang telah gugur di Fricourt, sebelah timur
Albert. Tidak cukup sampai disitu, pada tanggal 14 November 1925
makamnya dibongkar lagi dan, dua hari kemudian, dikirimkan melalui
jalur yang berliku melalui kota-kota Jerman sampai ke Berlin. Disini
peti matinya diiringi oleh delapan orang penjaga kehormatan yang
semuanya merupakan penerbang peraih Pour le Mérite seperti terlihat di
foto atas. Mereka mengiringi jenazah Manfred dalam iring-iringan
melalui ibukota Negara menuju Gnadenkirche (Gereja Pengampunan)
Para
peraih Pour le Mérite mengangkat sisa-sisa jenazah Manfred von
Richthofen sementara ibunya (Freifrau von Richthofen) mengikuti dengan
sedih dari belakang. Aki-aki yang memakai pickelhaube adalah Presiden
Paul von Hindenburg, mantan Marsekal terkemuka Jerman dalam Perang Dunia
Pertama
Pada
tanggal 19 November 1925 peti mati Manfred von Richthofen disemayamkan
di Gnadenkirche. Di atasnya diletakkan pedang Uhlan dan Tschapka (helm
baja Uhlan). Di depan peti mati terpajang Salib kayu yang sampai saat
itu menjadi penanda makam Manfred di Fricourt. Salib tersebut hanya
bertuliskan namanya serta nomor 53091. Para penjaga kehormatan adalah
termasuk mereka yang pernah menjadi perwira di JG 1 serta
Ulanen-Regiment Nr.1. Di sepanjang hari itu warga Berlin
berbondong-bondong mendatangi gereja dalam antrian panjang demi
memberikan penghormatan terhadap sang pahlawan. Para pilot yang terlihat
dalam foto ini adalah Leutnant der Reserve Josef Veltjens (kiri) yang
merupakan mantan komandan JG II, serta Leutnant der Reserve Kurt
Wüsthoff (kanan) yang pernah dicopot Manfred dari jabatannya sebagai
komandan Jasta 4
Masih
di tempat yang sama, tapi kini komposisi penjaga kehormatannya berubah.
Peraih Pour le Mérite di sebelah kanan adalah Rittmeister Karl Bolle
yang merupakan jagoan udara dalam Perang Dunia Pertama dengan 36
fliegerabschüsse. Dia kemudian menjadi penasihat Luftwaffe dalam Perang
Dunia II. Yang unik dari dia adalah ini: Bolle meraih Pour le Mérite
tanggal 28-08-1918 setelah meraih 28 kemenangan. Serba 8 beibeh!
Peti
jenazah Manfred von Richthofen dikeluarkan dari Gnadenkirche untuk
kemudian ditempatkan di sebuah kereta pembawa artileri. Kini
iring-iringan akan diberangkatkan menuju kompleks pemakaman
Invalidenfriedhof. Tradisi mengusung jenazah pahlawan militer dengan
kereta artileri terus berlanjut sampai Perang Dunia II dan setelahnya.
Sebagai contohnya adalah upacara pemakaman Marsekal legendaris Erwin
Rommel seperti terlihat DISINI
Dalam
perjalanan menuju Invalidenfriedhof: 1.Ibu Kunigunde Freifrau von
Richthofen; 2.Adik Karl-Bolko Freiherr von Richthofen; 3.Präsident Paul
von Hindenburg; 4.Leutnant der Reserve Hans Klein; 5.Leutnant Otto
Könnecke; 6.Charakter als Hauptmann Oskar Freiherr von Boenigk;
7.Charakter als Major Alfred Keller; 8.Leutnant der Reserve Kurt Wüsthoff; dan 9.Rittmeister
Karl Bolle. Sekedar tambahan: Peraih Pour le Mérite di antara Freifrau
von Richthofen (1) dan Karl-Bolko (2) adalah Hauptmann Franz Walz;
Peraih Pour le Mérite di depan Keller (7) dan sejajar dengan Von Boenigk
(6) adalah Leutnant Heinrich Bongartz; Peraih Pour le Mérite di sebelah
kanan Könnecke (5) adalah Leutnant Paul Bäumer; Peraih Pour le Mérite
di sebelah kanan Wüsthoff (8) yang mukanya tertutup adalah Leutnant der Reserve Josef "Seppl" Veltjens; Peraih
Pour le Mérite di belakang Bolle (9) yang nengok ke peti mati adalah
Hauptmann Bruno Loerzer; Peraih Pour le Mérite yang berada di depan
Bolle (9) adalah Hauptmann Hermann Köhl
Peti
mati Manfred von Richthofen diangkat oleh para penjaga kehormatan
memasuki Invalidenfriedhof. Yang tampak dalam foto ini: 1.Charakter als
Major Alfred Keller; 2.Leutnant der Reserve Josef "Seppl" Veltjens; 3.Hauptmann
Bruno Loerzer; 4.Leutnant Paul Bäumer; dan 5.Charakter als Hauptmann
Oskar Freiherr von Boenigk. Sekedar tambahan: Peraih Pour le Mérite di
sebelah kanan Loerzer (3) adalah Leutnant Julius Buckler, sementara yang
berada di belakang Von Boenigk (5) adalah Leutnant Heinrich Bongartz
Presiden
Paul von Hindenburg memberikan eulogi di depan kubur yang masih
terbuka. Yang tampak dalam foto ini: 1.Paul von Hindenburg; 2.Hauptmann
Franz Walz; 3.Leutnant Paul Bäumer; 4.Leutnant Emil Thuy; 5.Charakter
als Hauptmann Oskar Freiherr von Boenigk; 6.Major Leo Leonhardy;
7.Charakter als Major Alfred Keller; dan 8.Rittmeister Karl Bolle

Bagian
paling penting dari upacara pemakaman tersebut yang kemudian
dikembalikan kepada pihak keluarga adalah Ordenskissen milik Manfred
von Richthofen (disini terlihat dipajangkan di musium keluarga di
Schweidnitz). Upacara pemakaman kembali Manfred sendiri dihadiri oleh
Generalfeldmarschall Paul von Hindenburg und von Beneckendorff, yang
saat itu telah menjadi presiden Jerman. Pada tanggal 20 November 1925
peti matinya kemudian dibawa dalam iring-iringan serupa menuju ke
Invalidenfriedhof (Kuburan Orang Cacat) yang selama ini menjadi lokasi
pemakaman tradisional para pahlawan Jerman. Inilah yang kemudian
menjadi tempat peristirahatan terakhir sang legenda Perang Dunia
Pertama tersebut
Untuk
daftar medali dan penghargaan yang telah diraih oleh Manfred von
Richthofen sepanjang karir militernya yang cemerlang beserta tanggal
penganugerahannya:
- Preußisches Militär-Flugzeugführer-Abzeichen
- 1914 Eisernes Kreuz II. Klasse (23 September 1914)
- Ehrenbecher für den Sieger im Luftkampf (17 September 1916)
- 1914 Eisernes Kreuz I. Klasse (10 April 1916)
- Ritterkreuz des Königlichen Hausordens von Hohenzollern mit Schwertern (11 November 1916)
- Herzog-Carl-Eduard-Medaille mit Schwerterspange (30 Desember 1916)
- Pour le Mérite (12 Januari 1917), setelah kemenangan udaranya yang ke-16
- Ritterkreuz des Württembergischen Militärverdienstordens (13 April 1917)
- Ritterkreuz des Militär-St.-Heinrichs-Orden am (16 April 1917)
- Bayerischer Militärverdienstorden IV. Klasse mit Krone und Schwertern (29 April 1917)
- Ritterkreuz I. Klasse des Herzoglich Sachsen-Ernestinischen Hausordens mit Schwertern (9 Mei 1917)
- Bulgarien Militärorden für Tapferkeit IV. Klasse (12 Juni 1917)
- Österreichisches Feld-Pilotenabzeichen
- Österreichisches Orden der Eisernen Krone III. Klasse (8 Agustus 1917)
- Österreichisches Militärverdienstkreuz III. Klasse mit Kriegsdekoration
- Hamburg Hanseatenkreuz (22 September 1917)
- Lübeck Hanseatenkreuz (22 September 1917)
- Braunschweiger Kriegsverdienstkreuz II. Klasse (24 September 1917)
- Bremen Hanseatenkreuz (25 September 1917)
- Schaumburg-Lippe Kreuz für treue Dienste (10 Oktober 1917)
- Lippisches Kriegsverdienstkreuz II. Klasse (13 Oktober 1917)
- Kriegsehrenkreuz für heldenmütige Tat (23 Oktober 1917)
- Osmanisches Silberne Imtiyaz-Medaille (4 November 1917)
- Osmanisches Silberne Liakat-Medaille (4 November 1917)
- Osmanisches Eiserner Halbmond (4 November 1917)
- Roter-Adler-Orden III. Klasse mit Krone und Schwertern (6 April 1918)
- Hessische Tapferkeitsmedaille
- Verwundetenabzeichen (1918) in Schwarz
Keluarga
Richthofen tinggal di Striegauer Strasse No.10 di Schweidnitz. Seusai
Perang Dunia I jalan ini dinamai ulang sebagai
Manfred-von-Richthofen-Strasse dan, dalam peringatan ke-15 kematiannya,
keluarga sepakat menjadikan rumahnya sebagai musium pribadi yang
terbuka untuk publik. Sekedar informasi, Albrecht Freiherr von
Richthofen (ayahanda Manfred) meninggal pada tahun 1920 sementara
Lothar Freiherr von Richthofen (adiknya yang sesama jagoan udara)
menyusul dua tahun kemudian pada tahun 1922. Pengelola musium
Richthofen jadinya adalah Freifrau von Richthofen (ibunda Manfred).
Foto di atas memperlihatkan kartu pos yang berisi foto Manfred serta
rumahnya dengan alamat lama (Striegauerstraße)














Sumber :
Buku "Der Rote Kampfflieger" karya Rittmeister Manfred von Richthofen
Buku "The Illustrated Red Baron: The Life and Times of Manfred von Richthofen" karya Peter Kilduff
www.buddecke.de
www.en.wikipedia.org
www.findagrave.com
www.forum.axishistory.com
www.freeinfosociety.comwww.frontflieger.de
www.gutenberg.org
www.prewarcar.com
www.sanke-cards.com
www.vlib.us
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.